Islamuna El-Jamil
Alyauma akmaltu lakum dinakum

Minggu, 09 Mei 2010

Aib Kematian dan Penggali Kubur

Bersama Pemuda dan Ayahnya yang Berubah Menjadi Himar

Dalam terik panas mentari yang memancar menyinari tanah Baitul Haram, seorang ulama zuhud yang bernama Muhammad Abdullah al-Mubarak keluar dari rumahnya untuk menunaikan ibadah haji. Di sana dia terpana melihat seorang pemuda yang asyik membaca shalawat dalam keadaan ihram. Malah di Padang Arafah dan di Mina pemuda tersebut hanya membasahkan lidahnya dengan shalawat ke atas Nabi. "Hai saudara," tegur Abdullah kepada pemuda tersebut. "Setiap tempat ada bacaannya tersendiri. Kenapa saudara tidak memperbanyak do'a dan shalat sedangkan itu yang lebih utama ? Saya lihat saudara asyik membaca shalawat saja."

Wajah mayat bertukar jadi himar

"Saya mempunyai alasan tersendiri," jawab pemuda itu. "Saya meninggalkan Khurasan, tanah air saya untuk menunaikan haji bersama ayah saya. Setelah kami sampai di Kufah, tiba-tiba ayah saya sakit berat. Dia telah menghembuskan nafas terakhir di hadapan saya sendiri. Dengan kain sarung yang ada, saya tutup mukanya. Malangnya, ketika saya membuka kembali kain tersebut, rupa ayah saya telah berganti menjadi himar. Saya malu. Bagaimana saya mau memberitahu orang ramai tentang kematian ayah saya sedangkan wajahnya begitu bodoh sekali? "Saya terduduk di sisi mayat ayah saya dalam keadaan kebingungan. Akhirnya saya tertidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu saya melihat seorang pemuda yang tampan dan baik akhlaknya. Pemuda itu memakai tutup muka. Dia lantas membuka penutup mukanya ketika melihat saya dan berkata, "Mengapa kamu susah hati dengan apa yang telah terjadi?"

"Maka saya menjawab, "Bagaimana saya tidak susah hati sedangkan dialah orang yang paling saya sayangi?"

"Pemuda itu pun mendekati ayah saya dan mengusap wajahnya sehingga ayah saya berubah wajahnya menjadi seperti sediakala. Saya segera mendekati ayah dan melihat ada cahaya dari wajahnya seperti bulan yang baru terbit pada malam bulan purnama.

"Engkau siapa?" tanya saya kepada pemuda yang baik hati itu.

"Saya yang terpilih (Muhammad)."

"Saya lantas memegang jarinya dan berkata, "Wahai tuan, beritahulah saya, mengapa peristiwa ini bisa terjadi?"

Rahsia shalawat 100 kali

"Sebenarnya ayahmu seorang pemakan harta riba. Allah telah menetapkan agar orang yang memakan harta riba akan ditukar wajahnya menjadi himar di dunia dan di akhirat. Allah telah menjatuhkan hukuman itu di dunia dan tidak di akhirat.

"Semasa hayatnya juga ayahmu seorang yang istiqamah mengamalkan shalawat sebanyak seratus kali sebelum tidur. Maka ketika semua amalan umatku ditontonkan, malaikat telah memberi tahu keadaan ayahmu kepadaku. Aku telah memohon kepada Allah agar Dia mengizinkan aku memberi syafaat kepada ayahmu. Dan inilah aku datang untuk memulihkan semula keadaan ayahmu."

Bersama Seorang Pemuda Penggali Kubur

Diriwayatkan dari Ibnu Hubaiq: Riwayat dari ayahku yang berkata, Yusuf bin Asbath pernah berteman dengan seorang pemuda dari Teluk, yang tidak pernah berbincang-bincang dengannya (Yusuf) selama sepuluh tahun. Akan tetapi, Yusuf mengetahui kerisauan dan kecemasan hati pemuda itu dan juga ketekunannya melakukan ibadah pada siang maupun malam hari. Kepada pemuda itu Yusuf pernah berkata, "Apa sebenarnya pekerjaanmu dahulu, sehingga aku lihat dirimu selalu tertunduk menangis?"

"Dahulu aku adalah seorang penggali kubur," jawabnya.

"Apa yang pernah kamu lihat saat berada di liang lahat?" tanya Yusuf meminta penjelasan.

"Aku melihat rata-rata muka mereka dipalingkan dari arah kiblat, kecuali beberapa orang saja," kata pemuda itu.

"Kecuali beberapa orang saja?" tanya Yusuf dengan penuh heran.

Sakit gara-gara cerita penggali kubur

Setelah berkata demikian, Yusuf pun gelisah dan fikirannya tidak tenteram. Oleh itu dia memerlukan obat untuk menyembuhkan kegelisahannya.

Ibnu Hubaiq meneruskan ceritanya, "Ayahku berkata: Kami lalu memanggil dokter Sulaiman untuk mengobati Yusuf. Setelah mendapatkan perawatan yang teratur, Yusuf pun sehat kembali seperti sediakala dan dia pun berkata, "Kecuali hanya sedikit saja!" Yusuf terus-menerus mengucapkan demikian, dan lantaran itu dia mendapatkan perawatan terus agar fikirannya normal kembali.

Ketika dokter Sulaiman selesai mengobati dan hendak pulang, Yusuf berkata kepada orang-orang yang menungguinya, "Apa yang mesti kalian berikan kepada dokter itu?"

"Dia tidak mengharapkan apa-apa darimu," jawab kami semua.
"Subhanallah! Kalian telah berani mendatangkan dokter kerajaan, akan tetapi, aku tidak memberikan sesuatu pun kepadanya," kata Yusuf. "Berikan kepadanya uang beberapa dinar!" kata kami kepada Yusuf.
"Ambillah ini dan berikan kepadanya serta tolong beritahukan kepadanya bahwa aku tidak memiliki sesuatu pun, kecuali sekadar ini, agar dia tidak berprasangka bahwa aku ini mempunyai harga diri yang lebih rendah daripada para raja," kata Yusuf.

Tanah yang akan kita masuki

Yusuf kemudian menyerahkan sebuah kantung berisi uang sebanyak lima belas dinar dan diberikannya kepadaku. Selanjutnya kuserahkan uang tersebut kepada doktor Sulaiman atas pertolongannya kepada Yusuf.

Sejak peristiwa itu Yusuf akhirnya tekun menganyam tikar dari daun kurma hingga akhir hayatnya.

Dan diriwayatkan dari Hubaiq yang mengatakan: Yusuf bin Asbath pernah berkata, "Dari ayahku, aku mendapatkan harta waris berupa tanah seharga lima ratus dinar yang terletak di daerah Kufah. Akan tetapi, pada akhirnya terjadilah perselisihan di antara saudara-saudaraku, karena itu aku meminta pendapat kepada Hasan bin Shaleh. Hasan bin Shaleh lalu berkata kepadaku, "Aku tidak ingin kamu terlibat pertentangan dengan mereka, hanya disebabkan masalah tanah yang akan kita masuki kelak."
Demikianlah atas saran Hasan bin Shaleh itu, maka kurelakan tanah itu kepada mereka secara ikhlas kerana Allah SWT semata sebab aku menyadari bahwa diriku adalah bagian daripada tanah.