Islamuna El-Jamil
Alyauma akmaltu lakum dinakum

Selasa, 27 Juli 2010

Senyum Dan Salam Rasulullah

Pagi itu Rasulullah menyambutnya dengan sebuah kerutan di dahi. Baju satu-satunya yg ia punya sudah sangat usang jika tidak mau dikatakan tidak layak pakai. Pakaian yang selama ini setia setiap hari menemani dan menutupi auratnya memang perlu segera istirahat. Segera perlu diganti. Yg jadi persoalan, hari itu Rasulullah hanya mempunyai uang sebanyak delapan dirham saja. Kalau hanya untuk sekedar dibelikan sebuah kain penutup badan, uang sejumlah itu mungkin cukup. Tapi masalahnya, bagaimana nanti dgn kebutuhan makan minum keluarganya hari itu? Akhirnya dengan masih pelbagai pikiran mengendap di kepalanya, pergilah beliau ke pasar. Selalu seperti biasanya, Rasulullah masih tetap menebar senyum terhadap semua orang yg dijumpainya. Sebuah senyum itu cukup memupus kekhawatiran orang, bahwa Rasul pagi itu tidak mempunyai masalah yg berarti.


Belum sampai ke pasar, langkah Rasulullah terhenti ketika disebuah sudut, ia menemukan seseorang perempuan dengan isak tangis lirihnya. Bergegas ia menghampirinya, "Ada apa?"

Perempuan itu menghentikan tangisnya sejenak. Ia mendongak, dan alangkah cukup leganya ia, ketika didapatinya adalah wajah Rasulullah. "Saya kehilangan uang, ya Rasulullah..."

"Berapa?"

Perempuan itu menyebut sejumlah angka. Tanpa pikir panjang, Rasulullah segera memberikan dua dari delapan dirham yg dimilikinya. Setelah itu, ia meninggalkan perempuan yg keadaanya jauh lebih baik sebelum ditegurnya tadi. Dalam pikiran Rasulullah masih berputar dgn jumlah uangnya yg makin berkurang. Tapi sekali-kali pengurangan itu sama sekali tidak memberatkan hatinya. Org2 yg menegur beliau dg sebuah salam masih ia jawab dg mesra dan penuh cinta.

Sampai di pasar, Rasulullah bergegas mencari kios2 yg menjual apa yg sangat dibutuhkannya. Akhirnya ia menepi pd sebuah toko baju yg dihargai satu pasangnya empat dirham. Tidak bagus memang. Cuma jauh lebih layak dg yg dipakainya saat itu. Setelah tawar-menawar, akhirnya jadilah Rasulullah membungkus baju itu.

Di perjalanan pulang, Rasulullah mendapati seorang tua yg nyaris telanjang. Ia tertegun, "Kenapa kamu?"

"Aku tidak mempunyai baju utk kupakai, bahkan yg sdh usang sekalipun. Sudilah engkau membantuku....

Rasulullah termenung lagi. Bergantian ia menatap baju yg baru dibelinya dg org tua dihadapannya. Keadaan org tua itu memang pantas dikasihani. Sehingga Rasulullah berkata, "Ini, baru saja aku beli. Pakailah"

"Ini untukku ya Rasulullah?"

Rasulullah mengangguk. Satu senyumnya menghias wajahnya. Tak terkira betapa gembiranya orang itu. Ia berterima kasih. Rasul sendiri bergegas ke pasar kembali. Dengan dua dirham sisanya ia beli baju. Tentu saja pakaian ini lebih kasar dan jelek kualitasnya.
Namun dengan gembira, beliau pulang membawa baju barunya. Disudut dimana ia tadi berjumpa dengan perempuan yg diberinya 2 dirham, langkahnya kembali terhenti. Wanita itu masih disana. Wajahnya melukiskan resah. Sengatan matahari makin menambahkan kebingungan yg telah dirasanya.

Wanita itu berujar,"Saya takut pulang, Rasulullah, dan saya khawatir majikan saya akan memarahi saya."

"Kalau begitu aku antar:. "Rasulullah menyatakan kesediaannya. Padahal hari akan segera beranjak malam. Dan, jika begitu kemungkinan besar ia akan terjebak gelap di perjalanan pulang nanti. Sebaliknya wanita itu sangat senang dan lega. Dia yakin
majikannya akan memaafkan, karena kepulangannya diantarkan oleh manusia paling mulia. Bahkan kemudian ia akan dianugerahi terima kasih karena pulang walau telat dengan kedatangan nabi dan rasul mereka.

Sampai di perkampungan Anshar, mereka berhenti. Sekelompok ibu2 memandang mereka dengan tatapan yg sulit diartikan. "Assalamu'alaikum warahmatullah," Rasulullah menyapa keras.

Tak ada jawaban. Tatapan para ibu itu makin keras. Sebaliknya, wanita di belakang Rasulullah masih khawatir. Ia berpikir bahwa usahanya membawa Rasulullah tidak begitu manjur.

Rasulullah memberi salam lagi. Masih tak ada jawaban. Muka-muka itu cukup tajam memandangi Rasulullah. Untuk ketiga kalinya beliau mengucapkan salam, Assalamu'alaikum warahmatullah..." Barulah kali ini ibu-ibu itu menjawab serempak, dengan keras dan lantang. Rasulullah mengernyitkan dahi, "Apa yg menyebabkan kedua salam pertamaku tidak kalian jawab?"

Mereka mengatakan, "Kami sebenarnya sudah mendengarnya ya, Rasul. Kami sengaja, kami ingin mendapatkan salam lebih banyak. Jika kami menjawabnya sejak awal, tentulah kami tdk mendapatkan yg kedua dan ketiga."

"Ini," Rasulullah berkata sambil menunjuk wanita yg diantarnya, " Pembantu kalian ini tidak berani pulang sendirian. Sekiranya dia harus menerima hukuman, akulah yg akan menerimanya..."

Ucapan ini sangat mengejutkan mereka. Kasih sayang Rasul begitu murni. beliau menempuh perjalanan begitu panjang dan jauh hanya utk mengantarkan seorang budak yg takut dimarahi majikannya. Lagi pula hanya karena terlambat pulang. Dengan rasa haru mereka berkata, " Kami memaafkannya, ya Rasulullah. Kami dengan ini pula membebaskannya" Wanita yg diantar Rasulullah tak terhingga gembiranya. Ia bersyukur atas karunia yg telah diberikan Allah kepadanya.

Dalam perjalanan pulang Rasulullah bergumam pelan, "Belum pernah kutemui berkah angka delapan seperti hari ini. Delapan dirham yg mampu mengamankan seseorang dari ketakutan, dua orang yg membutuhkan, serta memerdekan seorang budak."

Sementara, debu dan angin menyentuh lembut tubuhnya. Angin berhembus dingin .