Islamuna El-Jamil
Alyauma akmaltu lakum dinakum

Selasa, 13 Oktober 2009

Generasi-21 Mau Dibawa Kemana?

Akbar S. Ahmed (1992) pernah mengungkapkan, "tidak ada ancaman yang lebih gawat terhadap eksistensi masyarakat Islam daripada ancaman serbuan media Barat". Pada hakekatnya, serbuan media Barat ini jauh lebih berbahaya dari masa kolonial di abad yang lalu. Bagi kaum muslimin, media Barat mengancam pada titik yang paling dasar dari kehidupan keluarga Muslim.

Baik disadari ataupun tidak. Perkataan kita, kebiasaan kita, canda tawa kita, tidak akan jauh berbeda dengan apa yang kita dengar, lihat dan saksikan di media massa, televisi misalnya. Secara tidak langsung juga, pola hidup dan tingkah laku kita dibawah bimbingan media massa yang senantiasa menyertai dan melingkupi kehidupan kita saban hari. Dan tentunya, sosok remaja muslim termasuk salah satu sasaran yang paling empuk sistem paradaban modern tersebut.

Generasi muda yang terjerumus dalam seks bebas juga tidak kalah mengerikan. Hasil temuan FKM Unair menyebutkan bahwa pengidap AIDS terbanyak di kalangan remaja. Dari 100 responden remaja yang diteliti, FKM mendapatkan kesimpulan bahwa 22,9 persen remaja usia 15 hingga 19 tahun telah terkna virus HIV/AIDS. Sedangkan remaja usia 20 hingga 24 tahun yang tejangkit mencapai 77,1 persen. Fantastis dan sungguh mengerikan ! (Republika, 18/11/1997).

Tawuran remaja bukan sekedar kasus satu dua lagi, tetapi sudah merupakan "trend" remaja-remaja SMU maupun SMP. Bahkan mahasiswa yang kita anggap sudah matang cara berfikir dan bertindaknya, beberapa waktu yang lalu, juga ikut-ikutan tawuran. Sungguh-sungguh sangat memalukan!

Tapi, pemuda apa selalu begitu, selalu terpojokkan dengan tuduhan mendiskreditkan tanpa syarat. In fact, ada juga remaja atau generasi yang masih mendapat gelar pemuda harapan. Kita tengok revolusi Perancis yang menumbangkan kekuasaan Monarkhi, siapakah penggeraknya? Perjuangan pro demokrasi RRC atau Birma, penggeraknya adalah para pemuda. Pemuda Michael Gorbachev ketika berusia 18 tahun menulis "Lenin adalah ayahku, guruku dan Tuhanku". Demonstrasi kolektif menuntut adanya reformasi Indonesia, notabene juga para mahasiswa yang pemuda.
Di negerinya Mak Lampir ini, Islam menjadi representatif Indonesia, ketika Indonesia baik maka baiklah Islamnya, ketika Indonesia tertuduh maka tertuduhlah Islam. Artinya ketika terjadi krisis generasi, maka Islamlah representatif itu semua. Sebab mayoritas pemuda yang sudah tercoreng keburukannya adalah orang islam, anaknya orang Islam, saudaranya orang Islam. Pertanyaanya kemudian, sebagai saudaranya, apakah kita diam menyaksikan pemandangan yang tentu tidak sedap dipandang itu? Apakah kita menunggu diri kita juga ikut terjerat bersama jaring-jaring laba-laba yang sudah pasti sangat lemah dan tidak bisa diharapkan itu? Dan apakah Islam tidak memiliki formula bagi kasus yang sudah terlanjur dibiarkan meradang tersebut?

Tidak Memandang Sebelah Mata

Dalam Al-Qur'an terdapat banyak kisah keberanian pemuda. Ada pemuda Ashabul Kahfi, pemuda Musa, Pemuda Yusuf yang terkenal ketampannya dan menggiurkan naluri seks isteri raja. Juga pemuda Ibrahim yang dengan gagahnya menentang sesembahan Ayah dan kaumnya pada waktu itu (Qs. Al-Anbiya 60, As-Syu'ara 72, Al-Anbiya 58). Rasulullah sendiri ketika diangkat sebagai Rasul masih kategori pemuda, para sahabat yang dibina Rasulullah di Darul Arqam juga para pemuda. Diantaranya Ali bin Abi Thalib (8 th), Thalhah (11 th), Arqam (12 th), Abdullah bin Masud (14 th) yang akhirnya terkenal sebagai ahli tafsir. Sa'ad bin Abi Waqash (17 th) panglima perang yang menundukkan Persia. Ja'far (18 th), Zaid bin Haritsah (20 th) Usman bin Affan (20 th) dll. Pemuda macam tersebut diatas yang hidupnya didedikasikan hanya untuk kejayaan dan kemuliaan Islam, pemuda seperti itulah yang sanggup memikul beban dakwah dan bersedia berkorban menghadapi berbagai siksaan dengan penuh kesabaran. Bukan pemuda yang lembek, yang tergiur dengan kerlap-kerlipnya dunia, yang mabuk dengan kebebasan, yang fly dengan aneka aktivitas tiada guna.

Meskipun kita hanya punya mata sebelah misalnya, tapi tidak berarti kita boleh memandang persoalan ini dengan sebelah mata, artinya bahwa fakta empiris generasi kita tidak bisa dipandang enteng. Sebab sebagaimana sudah menjadi hal yang maklum bahwa ditangan pemudalah harapan Islam. Tidak bisa ketika terjadi krisis generasi diselesaikan hanya dengan memberi penyuluhan, seminar, diskusi baik tentang seks atau narkoba, tapi perlu keseriuasan semua pihak mulai dari individu, masyarakat dan negara tentunya. Keseriusan itu berbanding lurus dengan prospek kejayaan Islam.

Dulu, Syafii muda telah hafal Al-Qur'an pada usia 9 tahun, Hasan Al-Banna mendirikan gerakan Ikhwanul Muslimin pada usia 23 tahun. Usamah bin Zaid pada usia 18 tahun telah memimpin pasukan perang. Kini kira-kira apa yang tengah dilakukan dan dipikirkan oleh remaja berusia 8 hingga 18 tahun dan pemuda berusia 23 tahunan? Kalau bukan foya-foya, hapy-hapy, menikmati masa muda, buat apa susah-susah mikirkan Islam, khan sudah ada pak ustad, kyai, haji, itu mungkin kira-kira bantahan mereka. Padahal kalau mereka tahu, apa Islam itu sekedar urusannya mbah kyai, mas ustad ataupun pak haji, kalau para ustad, haji dan kyai itu sudah tidak ada siapa yang meneruskan perjuangan Islam, siapa generasinya kalau bukan para pemuda yang sekarang masih duduk di bangku sekolah, yang sukanya tawuran itu.

Jelas dan sangatlah jelas, diperlukan kebangkitan umat khususnya dari kaum mudanya, bila diinginkan kejayaan Islam, diperlukan pemuda Islam sekualitas para sahabat, yang memiliki komitmen tauhid yang lurus, keberanian menegakkan kebenaran, sebagaimana ditunjukkan para sahabat, Rasulullah Saw. atau pada kisah Ibrahim muda. Serta memiliki ketaatan kepada Islam yang tanpa reserve. Dengan dorongan peran pemuda, perjuangan Islam akan berlangsung lebih giat sehingga Islam niscaya akan kembali tegak. Ingatlah, firman Allah Surat An-Nuur 55

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan yang mengerjakan amal sholeh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi ini sebagaimana telah dia jadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoinya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan mereka) sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku"
Pemuda atau generasi Islam adalah mereka yang bisa berpikir kritis, tidak menelan begitu saja pil kebebasan yang bagaikan bola salju yang terus mengelinding dan membesar, tapi pemuda Islam yang bisa menjadikan Islam sebagai satu-satunya standar perbuatan dan pemikiran, kalau tidak generasi kita malah ikut tergilas bersama bola salju kebebasan, sehingga yang tersisa hanya generasi Islam yang tulalit, lamban dalam memutuskan sikap, bahkan sudah sampai pada tahapan tidak bisa memutuskan hukum, tidak punya kepribadian alias manut-manut grubyug.

Trus, kalau udah tahu kondisi umat Islam amat diperhitungkan, pada ngapain kita sebagai generasinya? Diam, berpangku tangan, nunggu bulan jatuh. Tentu tidak, sebagai orang yang cerdas yang ngerti satu tambah satu adalah dua, maka kamu musti berpikir kritis, artinya, kamu kudu merenungkan apa yang dikatakan Syekh Taqiyudin dalam kitab Nidzomul Islam, bahwa manusia itu tingkah lakunya berubah karena pemahamannya terhadap sesuatu berubah. Jadi kalau si Bejo, belum kenal sama si Tejo maka Bejo bersikap lain, tidak sama ketika Bejo sudah kenal ama si Nuno tetangga sebelahnya, mau dipukul, ditendang, diludahi, itu urusan si Bejo ama Nuno yang memang sudah kenal dekat. Coba kalau Bejo nendang si Tejo, bakalan di gampar atau bahkan dilaporkan ama Pak Hansip dikira Bejo kumat gilanya.
Kebangkitan, apaan itu?

Kalau kebetulan kamu suka tidur molor, sering kehilangan subuh, trus emakmu marah, dan nyiramin air ke muka kamu, supaya kamu bangun, itu belum bisa dikatakan bangkit. Kebangkitan yang dimaksud disini adalah seperti Ust. Hafizh Sholeh mensinyalir dalam kitabnya An-Nahdlah bahwa kebangkitan adalah mereka yang mempunyai pemikiran-pemikiran yang tinggi (Al fikr raqiy) atau dalam kitab hadits as-shiyam disebutkan bahwa An-Nahdlah itu mengacu pada meningkatnya taraf berfikir. Jadi kebangkitan itu bukan disebabkan oleh harta (baca : ekonomi) buktinya banyak anaknya orang kaya tapi nggak mau bangkit, hanya ngandalin harta orang tuanya, tapi bukan berarti uang tidak penting, uang tetap penting tapi tidak yang terpenting. Kebangkitan juga bukan karena akhlak mulia, buktinya si Upik anaknya Pak Haji Somat yang sekolah di IAIN ternyata hamil sebelum nikah, juga bukan berarti akhlak tidak perlu, akhlak tetap perlu, tetapi yang menjadi permasalahan kita mengenai pencarian hal utama yang menjadi faktor penentu suatu kebangkitan.

Kita sebagai remaja muslim yang mengebu-gebu untuk mewujudkan An-Nahdlah dikalangan kaum muslimin karena siapa yang menangkap tongkat estafet kalau bukan kita sebagai generasi mudanya, maka yang harus kita benahi adalah cara berfikir, hanya orang-orang yang mau menggunakan akalnya sajalah yang dapat maju. Kalau dikelasmu ada teman, sukanya tidur melulu, nggak pernah nyimak pelajaran, dan suka pinjem catatan teman tapi tidak dibaca, dijamin deh ulangannya pasti sering ngelirik punyanya tetangga alias nyontek.

Nah, itulah contoh orang yang tidak pernah menggunakan akalnya alias nggak mau maju, orang seperti itu tidak akan bangkit. Walaupun dia anak orang kaya yang kalau ke sekolah bawaanya mercy, habis itu dirumah dia punya laptop yang super canggih, bokapnya juragan bawang yang tersohor di kampungnya, dan makanan saben hari sudah pasti mengandung 4 sehat 5 sempurna, tetap saja dia akan jadi anak malas, kalau tetap tidak mau menggunakan akalnya, mendingan ke laut aja, lah, men. Demikian pula umat Islam saat ini, meskipun potensi SDA sangat melimpah, tapi Freeport menggali emas di Jayawijaya, kita hanya diam. Karenanya satu-satunya cara adalah dengan bangkit dari tidur pulasmu, berangkat mandi, biar fress menatap masa depan, ibaratnya gitu.

Kebangkitan yang shahih (benar) yang diletakkan atas asas/pemikiran yang mengaitkan segala aktivitas manusia dengan Allah SWT, sebagai Pencipta, Pengatur dan Pemusnah terhebat, serta mengaitkan pula dengan perintah-perintah dan larangan-laranganNya yang termaktub di Al-Qur'an maupun Hadits. Dengan menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan kebangkitan maka kita bisa mandiri dan terbebas dari intervensi asing, Allah SWT menjamin tegaknya Islam dan kehancuran kekafiran :

"Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah, dan kalimat Allah itulah yang tinggi, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At-Taubah 40).
Ente, jangan merasa puas kalau sholat lima waktunya nggak pernah bolong, sudah sering shodaqoh, puasa sunnahnya nggak pernah absen, itu belum cukup. Kamu harus menegakkan kalimat Allah. Nah, bagaimana Islam itu bisa tegak kalau kita disini cuman sibuk main basket, nonton konser, main PS, chating apalagi pacaran. Juga jangan berbangga hati bisa baca Al-Qur'an fasih, hafal ayat-ayatnya tapi nggak mau pakai jilbab, masih muja-muja Westlife. Pokoknya kita harus intergral, harus kaffah menjadi orang Islam.

Barangkali, kamu mengatakan mustahil Islam untuk bangkit dan mengalahkan musuh-musuh Islam, macam negerinya George W. Bush. Jangan pesimis dulu, kekuatan seorang muslim bukan cuma bertumpu pada kekuatan fisik doang, tapi ada kekuatan ruhani (quwatul ruhiyah) yakni kekuatan yang didorong oleh iman, ingat cerita perang Badar, pasukan Islam cuma 300 orang, bisa mengalahkan 1000 orang kafir quraisy yang bersenjata lengkap. Nggak jamin deh, yang punya badan gedhe selalu menang, coba aja kalau ada temanmu yang punya berat 3 kuintal, ajak balap lari, pasti baru 10 langkah, napasnya sudah senin kemis. Nah, ketika memperjuangkan Islam tidak usah ragu-ragu, Allah tidak akan pernah menyalahi janjinya koq :
"Dialah yang mengutus rasulnya dengan petunjuk, agama yang benar, untuk mengalahkan seluruh dien (agama/ajaran) (Qs. Al Fath )

Meniti Langkah Menuju Khoirul Ummat

Seperti yang kita geber diatas, bahwa landasan kebangkitan musti Aqidah Islam yang bertujuan untuk melanjutkan kehidupan islam dengan terealisasinya syariat Islam secara paripurna di seluruh dunia, maka diperlukan langkah riil pula untuk mencapainya. Pertama, hendaknya setiap remaja muslim yang menyadari kewajiban dakwah, memahami islam sebagai suatu mabda' (ideologi) yang darinya terpancar hukum-hukum syara' yang harus eksis sebagai tolok ukur dan dalam pemecahan segala problem aspek kehidupan. Kedua, remaja muslim kudu sadar akan tugasnya dalam dakwah menegakkan kalimat Allah di seluruh pelosok dunia yang karenannya dakwah tidak mungkin bisa sendiri-sendiri tapi harus mengupayakan bersama secara sistematis. Ketiga, remaja muslim musti mantap dalam tsaqofah Islamiyyah agar mampu melakukan pergulatan pemikiran, untuk menangkal berbagai ide-ide yang bertentangan dengan Islam di tengah-tengah masyarakat dan dapat memberikan sanksi Islam terhadap masalah yang ada.

Layaknya, pendekar, tentu mereka mempunyai padepokan, nah padepokan para remaja islam adalah majelis atau halaqah-halaqah, tempat kita mengais-ngais tsaqofah Islam, meramu jurus-jurus yang bakal kita mainkan nantinya. Maka, kamu kudu menimba air eehhhhhh… maksudnya menimba ilmu ilmu keislaman, meluruskan barisan, dan mulai senantiasa memikirkan kepentingan umat Islam. Bagaimanapun juga, harapan umat Islam terletak di tangan kita, maka kita harus eratkan genggaman tangan kita dengan sesama muslim, kita hadang perubahan di masa depan, karena kita sebagai agent of change.

"Perkara ini (Islam) akan merebak di segenap penjuru yang ditembus malam dan siang. Allah tidak akan membiarkan satu rumahpun, baik gedung maupun gubug melainkan Islam akan memasukinya sehingga dapat memuliakan agama yang mulia dan menghinakan agama yang hina. Yang dimuliakan adalah Islam dan yang dihinakan adalah kekufuran" (HR. Ibnu Hibban)